Tuesday, December 25, 2007

Wartawan Checklok

Wartawan Checklok. Ya, sebutan baru itulah yang dalam beberapa bulan ini dialamatkan pada saya. Setelah beberapa tahun menjalani profesi sebagai jurnalis, baru kali ini saya mendapat ‘julukan’ baru seperti itu.

Alasan yang mungkin dipakai teman-teman menjuluki saya sebagai Wartawan Checklok adalah karena saya setiap hari harus ngantor dengan absen checklok. Ya begitulah. Saya pun merasa baru kali ini kerja sebagai kuli tinta harus datang pagi hari sebelum pukul 08.15, lalu cepet-cepetan mengisi daftar hadir dengan checklok.

Saat jam pulang sore hari pun hal yang sama saya lakukan. Ya, begitulah adanya. Rutinitas cheklok dua kali sehari hukumnya wajib. Bila tidak, hemm...tahu sendirilah...

Beberapa kawan di tempat saya bekerja, seringkali bila ketemu sambil meringis langsung menyapa, ”Yaopo Wartawan Checklok, Rek?” Mendengar sapaan itu, saya hanya ketawa saja. Saya kira asyik juga dibuat guyonan, heheheee...

Kebiasaan yang benar-benar baru itu, awalnya membuat saya kelimpungan karena belum terbiasa. Bayangkan saja, selama beberapa waktu lamanya sebagai jurnalis, baru kali ini saya menemukan aturan wartawan wajib mengisi ’daftar hadir’ seperti itu, dan hebatnya lagi harus tepat jam masuk karyawan kantor.

Pernah sih saya mendengar, di suatu koran harian di Surabaya wartawannya harus menggunakan cara itu. Tetapi, mereka tidak harus mengisinya pada waktu pagi hari seperti layaknya jam-jam masuk karyawan kantor biasa. Melainkan boleh juga cheklok siang, sore atau malam hari. Yang penting ngisi, sebagai tanda masuk kerja. Mungkin karena kerja wartawan yang jam kerjanya tak tentu itu yang membuat aturan itu
dibuat fleksibel seperti itu.

Tapi di tempat saya bekerja? Namanya aja bukan kantor media, meskipun kerjanya sebagai wartawan, ya tetap mengikuti aturan masuk karyawan biasa. Atau mungkin pula untuk meningkatkan etos kerja, atau bisa juga untuk memenuhi target jam kerja bisa tercapai. Atau alasan lain yang mungkin juga tidak saya ketahui.

Tapi saya fikir, bukan menjadikan wartawan enjoy dengan pekerjaannya, tapi malah membuat wartawan terbebani dan kerja menjadi tidak efektif. Kerja yang sebenarnya secara otomatis sudah banyak menyita waktu harus diatur dan malah dibatasi. Trus, mau bagaimana lagi. Wawancara harus tetap dilakukan dan majalah harus diterbitkan. Jadi, hidup Wartawan Checklok!

2 comments:

BAMBANG TRI NUGROHO said...

Hahahahaha.............
Lajang..??? (lagi promosi mas..??)
Nasib kita sama, Hidup... 'wartawan ceklok'..

Unknown said...

huehehehehe...
HIDUP CEKLOK...
kok hari ni ga ceklok??dicariin lo ma penjaga cekloknya..wakakakak